ACARA II
PERTUMBUHAN PADI SAWAH PADA KETERSEDIAAN AIR
YANG BERBEDA
ABSTRAK
Praktikum
Ekologi Tanaman acara 2 yang berjudul Pertumbuhan Padi Sawah pada Ketersediaan Air
yang Berbeda dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus-27 September
2016
di Laboratorium Ekologi Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui pengaruh
cara irigasi terhadap pertumbuhan padi gogo. Adapun bahan yang diperlukan
antara lain benih padi, polybag dan
kertas label. Alat yang dibutuhkan meliputi ember
plastik, timbangan, cethok, penggaris, label, gelas ukur, EC meter, lux meter,
termohigrometer, mushell colour chart, dan oven. Perlakuan ketersediaan
air terdiri
dari kondisi macak-macak, berselang dan tergenang. Rancangan yang digunakan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL). Variabel
yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar dan kering
tanaman, panjang akar tanaman serta luas daun. Data ditampilkan dalam bentuk
histogram dan grafik serta dianalisis dengan analisis CRD dilanjutkan uji DMRT
5%. Berdasarkan percobaan yang
telah dilakukan dan hasil analisis data diperoleh kesimpulan jika perlakuan
macak-macak, tergenang dan berselang tidak terdapat perbedaan nyata untuk
masing-masing variabel pengamatan.
Kata
kunci: tergenang, macak-macak, berselang, air.
I.
PENDAHULUAN
Di Indonesia, konsumsi beras
cukup tinggi akibat banyaknya masyarakat yang menjadikannya sebagai makanan
pokok. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, rata-rata konsumsi beras
masyarakat Indonesia per minggu tahun 2014 mencapai 1,62 kg per individu.
Tingginya konsumsi beras dan banyaknya populasi masyarakat Indonesia yang
mengkonsumsi beras mendorong agar tercapainya produktivitas beras yang tinggi.
Namun, produksi padi masih rendah dan pertumbuhan produksinya tidak stabil
dalam beberapa tahun terakhir dan masih berlanjut pada beberapa tahun
mendatang.
Dalam kegiatan budidaya padi,
padi membutuhkan air yang cukup banyak. Menurut Campbell et al. (2003), air berperan penting dalam proses metabolisme
tanaman. Air berperan dalam transpirasi, respirasi dan fotosintesis tanaman.
Keberadaan air berperan langsung dalam proses transpirasi yang berfungsi
mengatur suhu tubuh tanaman. Dalam kaitannya dengan proses transpirasi, juga
terdapat proses penyaluran air yang dibutuhkan saat penyaluran hasil
fotosintesis dari source menuju sink untuk mengatur konsentrasi larutan
ketika proses penyaluran.
Pengaruh ketersediaan air
terhadap pertumbuhan tanaman tidak hanya pada kondisi terbatas yang dapat
menghambat pertumbuhan tanaman. Akan tetapi, ketersediaan air yang berlebih
pada fase-fase tertentu juga dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Pada
umumnya, budidaya padi dilakukan petani dengan melakukan penggenangan. Menurut
Parent et al. (2008), penggenangan
dapat mempersulit akar tanaman untuk memperoleh udara. Hal ini dikarenakan pori
dalam tanah terisi air. Kondisi ini justru dapat meningkatkan konsentrasi
karbon dalam tanah yang bersifat toksik bagi tanaman. Akibat langsung dari
genangan air adalah terjadinya periode hipoksia diikuti penurunan ketersediaan
oksigen yang menyebabkan anoksia.
Akibat dampak negatif yang
ditimbulkan pada budidaya padi dengan cara penggenangan, maka diciptakan metode
budidaya padi dengan menekankan efisiensi penggunaan air yaitu metode SRI (System of Rice Intensification). Sistem
irigasi yang diterapkan dalam metode SRI yaitu irigasi berselang (intermitten irrigation). Metode
pengairan ini mempertahankan kondisi tanah pada keadaan macak-macak (Masyhudi
dan Mamilianti, 2014). Beragamnya metode budidaya padi yang ada menjadi dasar
dilakukannya percobaan mengenai
pertumbuhan padi sawah pada ketersediaan air yang berbeda dengan tujuan, yaitu
1) mengetahui pengaruh cara irigasi terhadap pertumbuhan padi sawah dan 2)
mengetahui respon pertumbuhan akar dan tajuk padi sawah pada kondisi air yang
berbeda.
II.
METODE PERCOBAAN
Praktikum
Ekologi Tanaman acara 2 yang berjudul Pertumbuhan Padi Sawah pada Ketersediaan Air
yang Berbeda dilaksanakan pada tanggal 30
Agustus -27
September 2016 di Laboratorium Ekologi Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Adapun bahan yang
diperlukan antara lain benih padi, polybag dan kertas label. Alat
yang dibutuhkan meliputi ember
plastik, timbangan, cethok, penggaris, label, gelas ukur, EC meter, lux meter,
termohigrometer, mushell colour chart, dan oven.
Cara
kerja yang harus dilakukan yaitu
disiapkan 12 polibag yang diisi tanah sebanyak kurang lebih 3 kg dan
dibersihkan dari kotoran serta kerikil. Tiap polibag ditanami 3 benih dan disiram
tiap hari. Dilakukan penjarangan menjadi 2 tanaman setiap polibag pada umur 14
hari. Dipisahkan 4 polibag untuk 3 perlakuan yaitu disiram setiap hari dan
dijaga agar kondisi tanah macak-macak (lembab), digenangi setiap 3 hari sekali
dan dibiarkan sampai sir habis dengan sendirinya, baru kemudian digenangi lagi,
digenangi dan dipertahankan selama praktikum berlangsung. Pengamatan dilakukan
setiap 2 hari hingga hari ke-21 setelah penjarangan. Rancangan yang digunakan
ialah Rancangan Acak Lengkap. Variabel
yang diamati diantaranya tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar dan kering
tanaman, panjang akar tanaman serta luas daun. Di samping itu dilakukan
pengamatan lingkungan terhadap faktor suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya.
Hasil pengamatan ditampilkan dalam bentuk histogram dan grafik. Analisis data
dilakukan dengan analisis CRD dan dilanjutkan uji DMRT alpha 5%.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Padi sawah merupakan
jenis padi yang biasa dibudidayakan di sawah dengan kondisi tanah yang cukup
air. Pada praktikum ini dilakukan pengujian terhadap pengaruh pertumbuhan
tanaman padi yang menggunakan beberapa kondisi ketersediaan air yang berbeda,
yaitu macak-macak, tergenang dan berselang. Kondisi macak-macak ini
mempertahankan agar tanah tetap basah tetapi tidak tergenang. Kondisi tergenang
ini embuat agar ember tempat menanam selalu digenangi air. Adapun kondisi
berselang yaitu kondisi dimana air dibiarkan tergenang hingga nantinya surut,
kemudian baru ditambah air lagi supaya tergenang. Berdasarkan perlakuan yang
telah dilakukan, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Gambar 1. Grafik Tinggi
Tanaman vs Hari Pengamatan
Pengaruh perbedan
perlakuan kondisi air pada tinggi tanaman padi dapat dilihat grafik di atas.
Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa penerapak kondisi air berselang
menyebabkan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan perlakuan
kondisi air tergenang dan macak-macak. Pada pelakuan kondisi air berselang
terdapat jeda kondisi kering dan tergenang pada tanaman. Hal ini menyebabkan
beberapa fase tanaman dapat berjalan dengan baik. Selain itu menurut Parent et al. (2008) ketersediaan air yang
berlebih pada fase-fase tertentu dapat menurunkan kualitas tanaman padi. Sulistyono
dan Hayati (2013) juga mengatakan bahwa kondisi tanah yang lembab dan tidak
digenangi terus-menerus dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Adapun perlakuan
kondisi air macak-macak justru mengahasilkan tinggi tanaman yang terendah dibandingkan
perlakuan lainnya.
Gambar 2. Grafik Jumlah
Daun vs Hari Pengamatan
Berdasarkan grafik jumlah daun
vs hari pengamatan dapat diketahui bahwa perlakuan kondisi air macak-macak
menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan pada perlakuan kondisi
air berselang dan tergenang. Pada perlakuan macak-macak, kondisi tanah berada
antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Hal tersebut menyebabkan
penyerapan air oleh akar dapat berjalan lancar sehingga proses metabolisme
dalam tanaman tidak terganggu. Hasil dari metabolisme ini dapat digunakan pada
pembentukan daun. Namun, pada perlakuan tergenang tidak terbentuk jumlah daun
sebanyak pada perlakuan kondisi air macak-macak dan berselang. Pada perlakuan
tergenang, kondisi tanah akan berada pada level jenuh. Adapun menurut Mayam dan
Nasreen (2012) menyatakan bahwa kondisi tergenang akan menyebabkan akar tanaman
mengalami keadaan hipoksia (kekurangan oksigen) sehingga aktivitas metabolisme
terhambat dan produksi ATP berkurang. Akibat berkurangnya produksi ATP, maka
penyediaan energi untuk pertumbuhan vegetatif berkurang termasuk penambahan
jumlah daun.
Gambar 3. Histogram Bobot Segar
dan Bobot Kering Tajuk
Keterangan: Angka
pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan
tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.
Pada histogram bobot
segar dan bobot kering tajuk di atas, dapat diketahui bahwa perlakuan kondisi
air berselang mempunyai bobot segar tertinggi. Adapun bobot segar terendah
yaitu pada perlakuan kondisi air macak-macak. Namun dilihat dari bobot kering
yang dihasilkan, bobot kering antara perlakuan berselang dan tergenang hampir
sama. Bobot segar pada perlakuan berselang dapat lebih tinggi dibandingkan
perlakuan tergenang walaupun bobot kering yang dihasilkan hampir sama karena
penyerapan air pada kondisi berselang dapat berjalan dengan lancar. Adapun pada
perlakuan tergenang, penyerapan air terhambat akibat pori-pori mikro terisi air
dan terjadi kondisi hipoksia sehingga menyulitkan proses respirasi. Akibat
proses respirasi terhambat, maka produksi ATP menurun sehingga pertumbuhan
vegetatif khususnya pada tajuk juga menurun. Kondisi yang tergenang juga dapat
menyebabkan cekaman pada tanaman. Sementara itu, pada perlakuan macak-macak
menghasilkan bobot segar dan bobot kering yang paling rendah diantara perlakuan
lainnya. Adapun berdasarkan hasil uji lanjut DMRT 5% diperoleh data bahwa
perlakuan macak-macak, tergenang dan berselang tidak terjadi perbedaan bobot
segar dan bobot kering tajuk yang nyata.
Gambar 4. Histogram Bobot Segar
dan Bobot Kering Akar
Keterangan: Angka
pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan
tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.
Berdasarkan grafik
di atas dapat diketahui bahwa bobot segar akar dari yang tertinggi secara berurutan
adalah pada perlakuan berselang, tergenang dan macak-macak. Hasil ini serupa
pada hasil bobot segar bagian tajuk. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan
bagian tajuk dan akar seimbang. Adapun untuk hasil bobot kering akar dari yang
tertinggi secara berurutan yaitu pada perlakuan tergenang, berselang dan
macak-macak. Pada perlakuan tergenang mempunyai bobot kering lebih tinggi
dikarenakan akibat kondisi tergenang menyebabkan kondisi yang anaeron sehingga
mendorong untuk terbentuknya akar adventif yang dekat permukaan tanah. Adapun
pada perlakuan berselang dan macak-macak, pertumbuhan akar lebih terarah pada
pemanjangan akar. Hal ini menyebabkan bobot kering akar pad perlakuan tergenang
lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan berselang dan macak-macak. Adapun
berdasarkan hasil uji lanjut DMRT 5% diperoleh data bahwa perlakuan
macak-macak, tergenang dan berselang tidak terjadi perbedaan bobot segar dan
bobot kering akar yang nyata.
Gambar 5. Histogram Luas Daun
Keterangan: Angka
pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan
tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.
Berdasarkan
histogram luas daun di atas dapat diketahui bahwa perlakuan kondisi air
berselang mempunyai nilai tertinggi dibandingkan perlakuan tergenang dan
macak-macak. Hal tersebut dikarenakan pada perlakuan berselang terdapat jeda
bagi akar tanaman untuk menyerap unsur hara dan air karena proses pengairan
secara berselang. Hara dan air yang diserap pada perlakuan berselang lebih
dimanfaatkan untuk pertumbuhan tajuk seperti daun. Berbeda halnya dengan
perlakuan tergenang. Pada perlakuan tergenang akibat kondisi tanah berada dalam
keadaan anaerob, maka aktivitas metabolisme lebih banyak dipusatkan pada
perakaran untuk membentuk akar adventif. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan
tajuk tidak sebagus pada perlakuan berselang sehingga luas daun yang dihasilkan
lebih kecil dibandingkan perlakuan berselang. Adapun, luas daun yang dihasilkan
pada perlakuan macak-macak tidak seluas pada perlakuan berselang dan
macak-macak. Hal tersebut dapat disebabkan akibat penggunaan ATP yang
dihasilkan dibagi rata antara pertumbuhan tajuk dan akar. Hal ini dapat dilihat
dari hasil bobot kering pada tajuk dan akar perlakuan macak-macak yang hampir
sama sehingga luas daun maksimal yang dihasilkan pada perlakuan macak-macak
hanya sekitar 900 mm2. Adapun berdasarkan hasil uji
lanjut DMRT 5% diperoleh data bahwa perlakuan macak-macak, tergenang dan
berselang tidak terjadi perbedaan luas daun yang nyata.
Gambar 6. Histogram Ratio
Akar/Tajuk
Keterangan: Angka
pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan
tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.
Rasio akar tajuk
menunjukkan perbandingan kondisi tanaman untuk pertumbuhan tajuk dan akar.
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa rasio akar tajuk untuk perlakuan
tergenang mempunyai nilai yang tertinggi sehingga dapat diketahui bahwa
pembagian pertumbuhan antara akar dan tajuk pada tanaman itu kurang seimbang.
Tingginya ratio akar ini menunjukkan jika akar tanaman harus memperpanjang
akarnya untuk menemui sumber air, udara ataupun nutrisi yang dibutuhkan bagi
tanaman. Dari grafik di atas diketahui bahwa perlakuan macak-macak mempunyai
ratio akar yang rendah. Hasil tersebut menunjukkan jika proporsi pertumbuhan
antara tajuk dan akar dilakuakn dengan seimbang sehingga tidak ada bagian dari
tanaman yang tumbuh berlebihan ataupun terhambat pertumbuhannya. Adapun
berdasarkan hasil uji lanjut DMRT 5% diperoleh data bahwa perlakuan
macak-macak, tergenang dan berselang tidak terjadi perbedaan rasio akar/tanaman
yang nyata.
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang
telah dilakukan dan hasil analisis data diperoleh kesimpulan jika perlakuan
macak-macak, tergenang dan berselang tidak terdapat perbedaan nyata untuk
masing-masing variabel pengamatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
ketiga perlakuan tersebut baik untuk diterapkan pada padi sawah.
Adapun saran untuk praktikum
selanjutnya yaitu perlu diberi ketentuan mengenai batas genangan untuk
perlakuan berselang dan tergenang akar semua ulangan mendapatkan perlakuan
genangan yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2015. Konsumsi
rata-rata per kapita seminggu beberapa macam bahan makanan penting. <
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/950>. Diakses pada 6 November
2016.
Campbell, N.A., J.B.
Reece dan L.A. Urry. 2003. Biologi edisi kelima jilid kedua. Erlangga, Jakarta.
Maryam, A. Dan S.
Nasreen. 2012. A review: water logging effects on morphological, anatomical,
physiological and biochemical attributes of food and cash crops. International
Journal of Water Resources and Environmental Sciences 1(4):113-120.
Masyhudi, A.J. dan
W. Mamilianti. 2014. Kajian penerapan budidaya padi SRI dari aspek Sustainable
Agriculture. Jurnal Agromix 5(1):22-35.
Parent, C., N.
Capelli, A. Berger, M. Crevecoeur dan J.F. Dat. 2008. An overview of plant
responses to soil water logging. Plant Stress Journal 2(1):20-27.
Sulistyono, E. dan T. Hayati. 2013. Penentuan tinggi
irigasi genangan yang tidak menurunkan produksi padi sawah. Jurnal Agrovigor
6(2):87-91.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar