Kamis, 30 Maret 2017

Laporan Praktikum Ekologi Tanaman Acara 2 Pertumbuhan Padi Sawah pada Ketersediaan Air yang Berbeda

ACARA II
PERTUMBUHAN PADI SAWAH PADA KETERSEDIAAN AIR YANG BERBEDA

ABSTRAK
Praktikum Ekologi Tanaman acara 2 yang berjudul Pertumbuhan Padi Sawah pada Ketersediaan Air yang Berbeda dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus-27 September 2016 di Laboratorium Ekologi Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui pengaruh cara irigasi terhadap pertumbuhan padi gogo. Adapun bahan yang diperlukan antara lain benih padi, polybag dan kertas label. Alat yang dibutuhkan meliputi ember plastik, timbangan, cethok, penggaris, label, gelas ukur, EC meter, lux meter, termohigrometer, mushell colour chart, dan oven. Perlakuan ketersediaan air terdiri dari kondisi macak-macak, berselang dan tergenang.  Rancangan yang digunakan  berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL). Variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar dan kering tanaman, panjang akar tanaman serta luas daun. Data ditampilkan dalam bentuk histogram dan grafik serta dianalisis dengan analisis CRD dilanjutkan uji DMRT 5%. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dan hasil analisis data diperoleh kesimpulan jika perlakuan macak-macak, tergenang dan berselang tidak terdapat perbedaan nyata untuk masing-masing variabel pengamatan.
Kata kunci: tergenang, macak-macak, berselang, air.

I.                   PENDAHULUAN
Di Indonesia, konsumsi beras cukup tinggi akibat banyaknya masyarakat yang menjadikannya sebagai makanan pokok. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, rata-rata konsumsi beras masyarakat Indonesia per minggu tahun 2014 mencapai 1,62 kg per individu. Tingginya konsumsi beras dan banyaknya populasi masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi beras mendorong agar tercapainya produktivitas beras yang tinggi. Namun, produksi padi masih rendah dan pertumbuhan produksinya tidak stabil dalam beberapa tahun terakhir dan masih berlanjut pada beberapa tahun mendatang.
Dalam kegiatan budidaya padi, padi membutuhkan air yang cukup banyak. Menurut Campbell et al. (2003), air berperan penting dalam proses metabolisme tanaman. Air berperan dalam transpirasi, respirasi dan fotosintesis tanaman. Keberadaan air berperan langsung dalam proses transpirasi yang berfungsi mengatur suhu tubuh tanaman. Dalam kaitannya dengan proses transpirasi, juga terdapat proses penyaluran air yang dibutuhkan saat penyaluran hasil fotosintesis dari source menuju sink untuk mengatur konsentrasi larutan ketika proses penyaluran.
Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan tanaman tidak hanya pada kondisi terbatas yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Akan tetapi, ketersediaan air yang berlebih pada fase-fase tertentu juga dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Pada umumnya, budidaya padi dilakukan petani dengan melakukan penggenangan. Menurut Parent et al. (2008), penggenangan dapat mempersulit akar tanaman untuk memperoleh udara. Hal ini dikarenakan pori dalam tanah terisi air. Kondisi ini justru dapat meningkatkan konsentrasi karbon dalam tanah yang bersifat toksik bagi tanaman. Akibat langsung dari genangan air adalah terjadinya periode hipoksia diikuti penurunan ketersediaan oksigen yang menyebabkan anoksia.
Akibat dampak negatif yang ditimbulkan pada budidaya padi dengan cara penggenangan, maka diciptakan metode budidaya padi dengan menekankan efisiensi penggunaan air yaitu metode SRI (System of Rice Intensification). Sistem irigasi yang diterapkan dalam metode SRI yaitu irigasi berselang (intermitten irrigation). Metode pengairan ini mempertahankan kondisi tanah pada keadaan macak-macak (Masyhudi dan Mamilianti, 2014). Beragamnya metode budidaya padi yang ada menjadi dasar dilakukannya  percobaan mengenai pertumbuhan padi sawah pada ketersediaan air yang berbeda dengan tujuan, yaitu 1) mengetahui pengaruh cara irigasi terhadap pertumbuhan padi sawah dan 2) mengetahui respon pertumbuhan akar dan tajuk padi sawah pada kondisi air yang berbeda.

II.                METODE PERCOBAAN
Praktikum Ekologi Tanaman acara 2 yang berjudul Pertumbuhan Padi Sawah pada Ketersediaan Air yang Berbeda dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus -27 September 2016 di Laboratorium Ekologi Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Adapun bahan yang diperlukan antara lain benih padi, polybag dan kertas label. Alat yang dibutuhkan meliputi ember plastik, timbangan, cethok, penggaris, label, gelas ukur, EC meter, lux meter, termohigrometer, mushell colour chart, dan oven.
Cara kerja yang harus dilakukan yaitu disiapkan 12 polibag yang diisi tanah sebanyak kurang lebih 3 kg dan dibersihkan dari kotoran serta kerikil. Tiap polibag ditanami 3 benih dan disiram tiap hari. Dilakukan penjarangan menjadi 2 tanaman setiap polibag pada umur 14 hari. Dipisahkan 4 polibag untuk 3 perlakuan yaitu disiram setiap hari dan dijaga agar kondisi tanah macak-macak (lembab), digenangi setiap 3 hari sekali dan dibiarkan sampai sir habis dengan sendirinya, baru kemudian digenangi lagi, digenangi dan dipertahankan selama praktikum berlangsung. Pengamatan dilakukan setiap 2 hari hingga hari ke-21 setelah penjarangan. Rancangan yang digunakan ialah Rancangan Acak Lengkap. Variabel yang diamati diantaranya tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar dan kering tanaman, panjang akar tanaman serta luas daun. Di samping itu dilakukan pengamatan lingkungan terhadap faktor suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya. Hasil pengamatan ditampilkan dalam bentuk histogram dan grafik. Analisis data dilakukan dengan analisis CRD dan dilanjutkan uji DMRT alpha 5%.

III.             HASIL DAN PEMBAHASAN
Padi sawah merupakan jenis padi yang biasa dibudidayakan di sawah dengan kondisi tanah yang cukup air. Pada praktikum ini dilakukan pengujian terhadap pengaruh pertumbuhan tanaman padi yang menggunakan beberapa kondisi ketersediaan air yang berbeda, yaitu macak-macak, tergenang dan berselang. Kondisi macak-macak ini mempertahankan agar tanah tetap basah tetapi tidak tergenang. Kondisi tergenang ini embuat agar ember tempat menanam selalu digenangi air. Adapun kondisi berselang yaitu kondisi dimana air dibiarkan tergenang hingga nantinya surut, kemudian baru ditambah air lagi supaya tergenang. Berdasarkan perlakuan yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman vs Hari Pengamatan
Pengaruh perbedan perlakuan kondisi air pada tinggi tanaman padi dapat dilihat grafik di atas. Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa penerapak kondisi air berselang menyebabkan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan perlakuan kondisi air tergenang dan macak-macak. Pada pelakuan kondisi air berselang terdapat jeda kondisi kering dan tergenang pada tanaman. Hal ini menyebabkan beberapa fase tanaman dapat berjalan dengan baik. Selain itu menurut Parent et al. (2008) ketersediaan air yang berlebih pada fase-fase tertentu dapat menurunkan kualitas tanaman padi. Sulistyono dan Hayati (2013) juga mengatakan bahwa kondisi tanah yang lembab dan tidak digenangi terus-menerus dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Adapun perlakuan kondisi air macak-macak justru mengahasilkan tinggi tanaman yang terendah dibandingkan perlakuan lainnya.
Gambar 2. Grafik Jumlah Daun vs Hari Pengamatan
Berdasarkan grafik jumlah daun vs hari pengamatan dapat diketahui bahwa perlakuan kondisi air macak-macak menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan pada perlakuan kondisi air berselang dan tergenang. Pada perlakuan macak-macak, kondisi tanah berada antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Hal tersebut menyebabkan penyerapan air oleh akar dapat berjalan lancar sehingga proses metabolisme dalam tanaman tidak terganggu. Hasil dari metabolisme ini dapat digunakan pada pembentukan daun. Namun, pada perlakuan tergenang tidak terbentuk jumlah daun sebanyak pada perlakuan kondisi air macak-macak dan berselang. Pada perlakuan tergenang, kondisi tanah akan berada pada level jenuh. Adapun menurut Mayam dan Nasreen (2012) menyatakan bahwa kondisi tergenang akan menyebabkan akar tanaman mengalami keadaan hipoksia (kekurangan oksigen) sehingga aktivitas metabolisme terhambat dan produksi ATP berkurang. Akibat berkurangnya produksi ATP, maka penyediaan energi untuk pertumbuhan vegetatif berkurang termasuk penambahan jumlah daun.



Gambar 3. Histogram Bobot Segar dan Bobot Kering Tajuk
Keterangan: Angka pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.

Pada histogram bobot segar dan bobot kering tajuk di atas, dapat diketahui bahwa perlakuan kondisi air berselang mempunyai bobot segar tertinggi. Adapun bobot segar terendah yaitu pada perlakuan kondisi air macak-macak. Namun dilihat dari bobot kering yang dihasilkan, bobot kering antara perlakuan berselang dan tergenang hampir sama. Bobot segar pada perlakuan berselang dapat lebih tinggi dibandingkan perlakuan tergenang walaupun bobot kering yang dihasilkan hampir sama karena penyerapan air pada kondisi berselang dapat berjalan dengan lancar. Adapun pada perlakuan tergenang, penyerapan air terhambat akibat pori-pori mikro terisi air dan terjadi kondisi hipoksia sehingga menyulitkan proses respirasi. Akibat proses respirasi terhambat, maka produksi ATP menurun sehingga pertumbuhan vegetatif khususnya pada tajuk juga menurun. Kondisi yang tergenang juga dapat menyebabkan cekaman pada tanaman. Sementara itu, pada perlakuan macak-macak menghasilkan bobot segar dan bobot kering yang paling rendah diantara perlakuan lainnya. Adapun berdasarkan hasil uji lanjut DMRT 5% diperoleh data bahwa perlakuan macak-macak, tergenang dan berselang tidak terjadi perbedaan bobot segar dan bobot kering tajuk yang nyata.
Gambar 4. Histogram Bobot Segar dan Bobot Kering Akar
Keterangan: Angka pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa bobot segar akar dari yang tertinggi secara berurutan adalah pada perlakuan berselang, tergenang dan macak-macak. Hasil ini serupa pada hasil bobot segar bagian tajuk. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan bagian tajuk dan akar seimbang. Adapun untuk hasil bobot kering akar dari yang tertinggi secara berurutan yaitu pada perlakuan tergenang, berselang dan macak-macak. Pada perlakuan tergenang mempunyai bobot kering lebih tinggi dikarenakan akibat kondisi tergenang menyebabkan kondisi yang anaeron sehingga mendorong untuk terbentuknya akar adventif yang dekat permukaan tanah. Adapun pada perlakuan berselang dan macak-macak, pertumbuhan akar lebih terarah pada pemanjangan akar. Hal ini menyebabkan bobot kering akar pad perlakuan tergenang lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan berselang dan macak-macak. Adapun berdasarkan hasil uji lanjut DMRT 5% diperoleh data bahwa perlakuan macak-macak, tergenang dan berselang tidak terjadi perbedaan bobot segar dan bobot kering akar yang nyata.

Gambar 5. Histogram Luas Daun
Keterangan: Angka pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.

Berdasarkan histogram luas daun di atas dapat diketahui bahwa perlakuan kondisi air berselang mempunyai nilai tertinggi dibandingkan perlakuan tergenang dan macak-macak. Hal tersebut dikarenakan pada perlakuan berselang terdapat jeda bagi akar tanaman untuk menyerap unsur hara dan air karena proses pengairan secara berselang. Hara dan air yang diserap pada perlakuan berselang lebih dimanfaatkan untuk pertumbuhan tajuk seperti daun. Berbeda halnya dengan perlakuan tergenang. Pada perlakuan tergenang akibat kondisi tanah berada dalam keadaan anaerob, maka aktivitas metabolisme lebih banyak dipusatkan pada perakaran untuk membentuk akar adventif. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan tajuk tidak sebagus pada perlakuan berselang sehingga luas daun yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan perlakuan berselang. Adapun, luas daun yang dihasilkan pada perlakuan macak-macak tidak seluas pada perlakuan berselang dan macak-macak. Hal tersebut dapat disebabkan akibat penggunaan ATP yang dihasilkan dibagi rata antara pertumbuhan tajuk dan akar. Hal ini dapat dilihat dari hasil bobot kering pada tajuk dan akar perlakuan macak-macak yang hampir sama sehingga luas daun maksimal yang dihasilkan pada perlakuan macak-macak hanya sekitar 900 mm2. Adapun berdasarkan hasil uji lanjut DMRT 5% diperoleh data bahwa perlakuan macak-macak, tergenang dan berselang tidak terjadi perbedaan luas daun yang nyata.
Gambar 6. Histogram Ratio Akar/Tajuk
Keterangan: Angka pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.

Rasio akar tajuk menunjukkan perbandingan kondisi tanaman untuk pertumbuhan tajuk dan akar. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa rasio akar tajuk untuk perlakuan tergenang mempunyai nilai yang tertinggi sehingga dapat diketahui bahwa pembagian pertumbuhan antara akar dan tajuk pada tanaman itu kurang seimbang. Tingginya ratio akar ini menunjukkan jika akar tanaman harus memperpanjang akarnya untuk menemui sumber air, udara ataupun nutrisi yang dibutuhkan bagi tanaman. Dari grafik di atas diketahui bahwa perlakuan macak-macak mempunyai ratio akar yang rendah. Hasil tersebut menunjukkan jika proporsi pertumbuhan antara tajuk dan akar dilakuakn dengan seimbang sehingga tidak ada bagian dari tanaman yang tumbuh berlebihan ataupun terhambat pertumbuhannya. Adapun berdasarkan hasil uji lanjut DMRT 5% diperoleh data bahwa perlakuan macak-macak, tergenang dan berselang tidak terjadi perbedaan rasio akar/tanaman yang nyata.
IV.             KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dan hasil analisis data diperoleh kesimpulan jika perlakuan macak-macak, tergenang dan berselang tidak terdapat perbedaan nyata untuk masing-masing variabel pengamatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketiga perlakuan tersebut baik untuk diterapkan pada padi sawah.
Adapun saran untuk praktikum selanjutnya yaitu perlu diberi ketentuan mengenai batas genangan untuk perlakuan berselang dan tergenang akar semua ulangan mendapatkan perlakuan genangan yang sama.































DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2015. Konsumsi rata-rata per kapita seminggu beberapa macam bahan makanan penting. < https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/950>. Diakses pada 6 November 2016.
Campbell, N.A., J.B. Reece dan L.A. Urry. 2003. Biologi edisi kelima jilid kedua. Erlangga, Jakarta.
Maryam, A. Dan S. Nasreen. 2012. A review: water logging effects on morphological, anatomical, physiological and biochemical attributes of food and cash crops. International Journal of Water Resources and Environmental Sciences 1(4):113-120.
Masyhudi, A.J. dan W. Mamilianti. 2014. Kajian penerapan budidaya padi SRI dari aspek Sustainable Agriculture. Jurnal Agromix 5(1):22-35.
Parent, C., N. Capelli, A. Berger, M. Crevecoeur dan J.F. Dat. 2008. An overview of plant responses to soil water logging. Plant Stress Journal 2(1):20-27.
Sulistyono, E. dan T. Hayati. 2013. Penentuan tinggi irigasi genangan yang tidak menurunkan produksi padi sawah. Jurnal Agrovigor 6(2):87-91.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laporan Praktikum Teknologi Benih Acara 5 Besar Benih, Pengaruhnya pada Kecepatan Berkecambah, Pemunculan dan Pertumbuhan Bibit

ACARA V BESAR BENIH, PENGARUHNYA PADA KECEPATAN BERKECAMBAH, PEMUNCULAN DAN PERTUMBUHAN BIBIT Abstraksi Praktikum Dasar-Dasar Tekno...