Kamis, 30 Maret 2017

Laporan Praktikum Ekologi Tanaman Acara 1 Alelopati Tanaman pada Tanaman Budidaya

ACARA I
ALELOPATI TANAMAN PADA TANAMAN BUDIDAYA

ABSTRAK
Praktikum Ekologi Tanaman acara I dengan judul Alelopati Tanaman pada Tanaman Budidaya dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus – 20 September 2016 di rumah kaca dan Laboratorium Ekologi Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan dari praktikum tersebut ialah mengetahui macam tumbuhan yang bersifat alelopatik dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman budidaya. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini ialah bunga cengkeh, buah tomat, dan daun kenikir serta benih tanaman padi, jagung, dan kangkung lalu tanah kemudian polybag dan pupuk kandang. Alat yang diperlukan meliputi gathul, gembor, alat tulis, penggaris, blender, kertas filter, corong, erlenmeyer, timbangan analitik, dan oven. Langkah kerja yang dilakukan ialah dibuat ekstrak dari tanaman yang mengandung senyawa alelopat yakni cengkeh, mahoni dan tomat. Ekstrak yang dihasilkan disemprotkan pada tanaman percobaan. Rancangan yang digunakan berupa RAL. Variabel yang diamati meliputi jumlah biji yang berkecambah, panjang batang dan akar, rasio akar/batang, indeks vigor, gaya berkecambah, tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar dan kering tanaman, dan luas daun. Data dianalisis dan diuji lanjut dengan uji DMRT 5%. Hasil dari percobaan diperoleh jika ekstrak cengkeh paling menghambat pertumbuhan tanaman budidaya dilihat dari variabel yang diamati.

Kata kunci: senyawa alelokimia, alelopati, cengkeh, kenikir, tomat

I.                   PENDAHULUAN
Sumber pangan merupakan salah satu hal yang dapat menentukan kesejahteraan suatu bangsa. Sumber pangan dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan. Sumber pangan yang berasal dari tumbuhan dapat berupa sayuran, biji-biji sereal maupun buah-buah. Kebutuhan terhadap sumber pangan akan semakin tinggi dengan meningkatnya tingkat konsumen yang membutuhkan. Akibat tingginya tingkat kebutuhan pangan khususnya yang berasal dari tanaman maka perlu dilakukan sistem budidaya tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi.
Beberapa sistem budidaya tanaman yang dikembangkan yaitu monokultur dan polikultur. Dalam setiap budidaya tanaman, setiap tanaman tentu akan melakukan kompetisi antar tanaman lain untuk memperoleh sumber unsur hara dan air. Pada sistem budidaya monokultur, kompetisi ini akan terjadi pada jenis tanaman yang sama sehingga mekanisme kompetisi antar tanaman yang terjadi sama. Namun pada sistem budidaya tanaman secara polikultur terdapat perbedaan spesies tanaman yang ditanam dalam suatu hamparan. Dalam hal tersebut maka efek kompetisi yang terjadi pun akan berbeda.
Adanya perbedaan spesies dalam suatu hamparan pertanaman perlu diperhatikan. Hal ini dikarenakan beberapa organ tanaman dapat mengeluarkan senyawa alelokimia dimana senyawa ini bersifat toksik dan dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Akibat adanya senyawa alelokimia pada beberapa organ tanaman, maka pemilihan tanaman untuk melakukan sistem polikultur perlu diperhatikan. Menurut Prawoto et al. (2006), pelepasan senyawa kimia tersebut umumnya melalui proses eksudasi akar, dekomposisi, pencucian dan volatilisasi. Pada penelitian Prawoto (1997) menunjukkan bahwa eksudat akar Cassia siamea menghambat pertumbuhan bibit kakao sekitar 21%.
Pada sistem polikultur, keberadaan senyawa alelokimia menimbulkan dampak negatif yang dapat mematikan tanaman. Namun, senyawa alelokimia ini juga berpotensi sebagai pengendali gulma secara biologi dan pengendali patogen tanaman (Junaedi et al., 2006). Berdasarkan sifat senyawa alelokimia tersebut, efek yang ditimbulkan dan potensi senyawa alelokimia sebagai pengendali gulma serta patogen, maka dilakukan pengujian alelopati dengan tujuan 1) mengetahui macam tumbuhan yang bersifat alelopatik dan 2) mengetahui pengaruh alelopati suatu tumbuhan terhadap pertumbuhan tanaman budidaya.

II.                METODE PERCOBAAN
Praktikum Ekologi Tanaman acara I dengan judul Alelopati Tanaman pada Tanaman Budidaya dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus – 20 September 2016 di rumah kaca dan Laboratorium Ekologi Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini ialah bunga cengkeh, buah tomat, dan daun kenikir serta benih tanaman padi, jagung, dan kangkung lalu tanah kemudian polybag dan pupuk kandang. Alat yang diperlukan meliputi gathul, gembor, alat tulis, penggaris, blender, kertas filter, corong, erlenmeyer, timbangan analitik, dan oven. Adapun pelaksanaan praktikum dilakukan dengan penanaman tanaman padi, kangkung, dan jagung pada petridish dan polybag di laboratorium Ekologi Tanaman dan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Untuk penanaman dalam petridish dan polybag, disiapkan 12 petridish dan 12 polybag untuk 3 perlakuan alelopat dan 3 jenis tanaman budidaya serta ditambahkan 1 kontrol tanpa perlakuan alelopat, masing-masing dengan ulangan 3 kali. Pada petridish lalu diletakkan kertas saring yang dibasahi serta dijadikan alas lalu pada polybag diisi tanah 4/5 bagian dari polybag, kemudian petridish diisi 10 benih lalu pada polybag diisi 5 benih yang kemudian dijarangkan menjadi 3 tanaman untuk penanaman pada polybag. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Sebelumnya dibuat terlebih dahulu ekstrak kenikir, tomat, dan cengkeh sebagai alelopati yang akan disiramkan pada tanaman padi, kangkung, dan jagung. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara mencuci bagian tumbuhan dari kenikir (daun), cengkeh (bunga), dan tomat (buah) dipotong kecil lalu dikeringkan. Bahan-bahan tersebut kemudian dihaluskan dan ditambahkan dengan air hangat hingga 100 mL. Hasil ekstrak tersebut kemudidan disaring menggunakan kertas saring dan dimasukkan wadah tertutup. Untuk perlakuan sendiri, tanaman yang berada di petridish disemprotkan cairan alelopati setiap hari selama 7 hari dan untuk penanaman pada polybag cairan alelopati disemprotkan 2 hari sekali selama 14 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan parameter pengamatan pada petridish yaitu: jumlah biji berkecambah, panjang batang, panjang akar selama 7 hari dan pada hari ketujuh diamati indeks vigor, gaya berkecambah, serta rasio akar/batang. Parameter pengamatan pada polybag: tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman, dan luas daun serta abnormalitas pertumbuhan tanaman. Selanjutnya dibuat grafik dan histogram pertumbuhan berupa : grafik tinggi tanaman vs hari pengamatan (rumah kaca), histogram luas daun (rumah kaca), grafik jumlah daun vs hari pengamatan (rumah kaca), histogram bobot kering dan segar tanaman (rumah kaca), histogram rasio akar/tajuk tanaman (rumah kaca dan petridish), dan histogram GB dan IV (rumah kaca dan petridish).

III.             HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh pemberian senyawa alelokimia terhadap tanaman budidaya dilakuakan untuk mengetahui respon yang terjadi. Senyawa alelokimia ini merupakan senyawa beracun bagi tanaman yang dapat menghambat sampai mematikan suatu tanaman. Adapun senyawa alelokimia yang diujika yaitu berasal dari cengkeh, kenikir dan tomat terhadap tanaman padi, jagung dan kangkung. Dari hasil pemberian senyawa alelokimia pada tanaman budidaya ini dihasilkan beberapa parameter pertumbuhan sebagai berikut:
Gambar 1.1. Grafik tinggi tanaman vs hari pengamatan (rumah kaca)
Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa perlakuan pemberian senyawa alelokimia dari sumber yang berbeda memberikan efek yang berbeda pula pada setiap tanaman. Dari grafik di atas diketahui bahwa pemberian senyawa alelokimia yang berasal dari cengkeh paling menghambat pertumbuhan tanaman dilihat bahwa hasil tinggi tanaman dengan perlakuan pemberian senyawa alelokimia cengkeh selalu bernilai paling rendah. Sementara itu, pada pemberian senyawa alelokimia yang berasal dari tomat dan kenikir tidak jauh berbeda dengan perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa alelokimia yang berasal dari tomat dan kenikir tidak sekuat dari senyawa alelokimia yang berasal dari cengkeh. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa pemberian senyawa alelokimia dari tomat dan kenikir tidak berbeda nyata dari perlakuan kontrol. Menurut Hani dan Suryanto (2014), cengkeh mengandung minyak atsiri 1-4% berupa senyawa eugenol. Senyawa ini bersifat racun sehingga dapat menghambat pertumbuhan Bahan kimia yang bersifat racun akan mengganggu proses pembelahan dan perkembangan sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (Rijal, 2009).
Gambar 1.2. Histogram luas daun (rumah kaca)
Keterangan: Angka pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.

Berdasarkan data tersebut yang telai diuji DMRT alpha 5% dapat diketahui bahwa luas daun padi, jagung dan kangkung tidak terjadi perbedaan nyata, kecuali pada tanaman kangkung dengan perlakuan cengkeh. Adapun berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa beberapa luas tanaman mempunyai nilai luas daun yang hampir mendekati kontrol untuk perlakuan senyawa alelokimia tomat dan kenikir. Dari hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh senyawa alelokimia tidak terlalu menghambat kerja metabolisme tanaman. Seperti yang dinyatakan Yanti et al. (2016) bahwa senyawa alelokimia diduga mampu mengganggu keseimbangan hormon pada tumbuhan. Akibat adanya keseimbangan hormon, maka dapat mengganggu proses fisiologis  pada tumbuhan. Salah satu proses yang akan terganggu yaitu fotosintesis. Sementara itu, telah diperoleh hasil bahwa pada tanaman kangkung dengan perlakuan cengkeh terjadi perbedaan nya yang menandakan bahwa proses fotosintesis tanaman terganggu sehingga menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman. Salah satunya adalah luas daun tanaman.
Gambar 1.3. Grafik jumlah daun vs hari pengamatan (rumah kaca)

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa jumlah daun pada tanaman yang diujikan dengan perlakuan pemberian alelopat terjadi perbedaan reaksi. Grafik di atas menunjukkan bahwa senyawa alelokimia dari cengkeh, kenikir dan tomat dapat menghambat pertumbuhan jumlah daun tanaman. Dari grafik tersebut diketahui bahwa senyawa alelokimia dari cengkeh paling menghambat pertumbuhan jumlah daun tanaman. Sementara itu pada perlakuan dengan senyawa alelokimia dari tomat dan kenikir hampir sama jumlah daun yang dihasilkan pada setiap komoditas tanaman. Tanaman yang diberi perlakuan dengan senyawa alelokimia menyebabkan akar tanaman menyerap senyawa yang dapat menghambat proses metabolik dalam tanaman. Penghambatan proses metabolik ini menyebabkan aktivitas tanaman untuk menghasilkan ATP dan untuk memperbanyak jumlah daun rendah. Akibatnya pemberian senyawa alelokimia ini menurunkan jumlah daun tanaman jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
Tabel 1.1. Data dan hasil uji lanjut bobot segar dan kering tajuk pada tiga jenis tanaman setiap perlakuan pada polibag
 Perlakuan
Bobot Segar Tajuk
Bobot Kering Tajuk
Padi
Jagung
Kangkung
Padi
Jagung
Kangkung
 Kontrol
2.711 b
6.864 a
1.847 b
2.549 a
1.075 a
0.492 a
Tomat
2.656 b
5.043 a
1.470 c
3.653 a
0.844 a
0.556 a
Kenikir
5.095 a
5.653 a
2.780 a
3.563 a
1.253 a
0.578 a
Cengkeh
2.651 b
1.878 a
0.555 d
0.062 a
0.172 b
0.016 a
Keterangan: Angka pada tabel menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.

Hasil uji DMRT dengan alpha 5 % tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada bobot segar dan kering tajuk tanaman padi dan jagung pada perlakuan senyawa alelokimia kenikir dan tomat. Adapun untuk perlakuan senyawa alelokimia cengkeh terjadi perbedaan nyata pada tanaman padi dan jagung. Untuk tanaman kangkung, berdasarkan hasil uji DMRT alpha 5% teradi perbedaan yang nyata untuk setiap perlakuan pemberian senyawa alelokimia. Berdasarkan hasil uji DMRT alpha 5% dapat diketahui bahwa pada tanaman padi dengan perlakuan kenikir mempunyai bobot segat yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa akar tanaman masih dapat menyerap air dan unsur hara sehingga menyebabkan sel tanaman turgor dan hasil bobot segarnya tinggi. Adapun jika dilihat dari bobot kering tanaman padi antara perlakuan senyawa alelokimia tomat dan kenikir tidak berbeda jauh. Namun perlu dilihat bahwa bobot segar dari tanaman padi dengan perlakuan tomat mempunyai selisih yang cukup jaun dengan perlakuan kenikir dengan hasil bobot kering yang dihasilkan justru lebih tinggi. Dari hal tersebut menunjukkan bahwa tidak semua tanaman yang mempunyai bobot segar tinggi aan menghasilkan bobot kering yang tinggi juga. Sementara itu, untuk tanaman jagung dan kangkung dengan bobot segar dan bobot kering tertinggi berada pada perlakuan kenikir. Pada perlakuan cengkeh, tanaman mempunyai bobot segar dan bobot kering yang terendah. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa alelokimia ini menyebabkan penyerapan air dan unsur hara terganggu sehingga proses fotosintesis terganggu juga akibatnya hasil asimilat berupa bobot kering rendah.



Tabel 1.2. Data dan hasil uji lanjut bobot segar dan kering akar pada tiga jenis tanaman setiap perlakuan pada polybag
Perlakuan
Bobot Segar Akar
Bobot Kering Akar
Padi
Jagung
Kangkung
Padi
Jagung
Kangkung
 Kontrol
1.0975 a
1.0975 a
7.7283 a
1.0241 a
0.3467 a
0.1396 a
Tomat
1.0883 a
1.0883 a
5.8750 ab
0.7833 a
0.4283 a
0.2979 a
Kenikir
1.2150 a
1.2150 a
7.4667 a
1.2167 a
0.3333 a
0.1175 a
Cengkeh
0.6041 a
0.6041 a
1.6667 b
0.0192 a
0.2083 a
0.0250 a
Keterangan: angka pada tabel menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa pemberian perlakuan senyawa alelokimia pada tanaman padi, jagung dan kangkung terhadap bobot segar dan bobot kering lahan tidak ada perbedaan nyata, kecuali pada tanaman kangkung dengan perlakuan cengkeh. Pada tanaman kangkung dengan perlakuan cengkeh hanya diperleh nilai 1,6667 dan terjadi perbedaan nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa akar tanaman kangkung dengan perlakuan cengkeh mengalami hambatan untuk menjalankan tugasnya yang berdampak pada pertumbuhan akar yang rendah sehingga bobot segar yang dihasilkan juga rendah. Adapun pada tanaman dengan perlakuan lainnya menunjukkan tidak ada perbedaan nyata sehingga dapat diketahui bahwa pemberian alelopat ini tidak terlalu mengganggu dari pertumbuhan tanaman dan penyerapan air hara akibatnya bobot segar dan bobot keringnya mendekati nilai perlakuan kontrol. Tabel tersebut di atas menunjukkan jika tanaman padi mempunyai bobot segar dan bobot kering tertinggi pada perlakuan kenikir. Adapun pada tanaman jagung dan kangkung, bobot segar akar tertinggi terdapat pada perlakuan kenikir dan bobot kering tertinggi pada perlakuan tomat. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan kenikir justru memicu sel dalam keadaan turgor dilihat dari bobot segar beberapa tanaman yang tinggi dengan perlakuan pemberian kenikir.
Gambar 1.4. Histogram rasio akar/tajuk (rumah kaca)
Keterangan: Angka pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa rasio akar/tajuk pada perlakuan senyawa alelokimia pada tanaman padi, kangkung dan jagung tidak ada perbedaan yang nyata. Rasio akar/tajuk suatu tanaman menunjukkan kondisi dari pertumbuhan tanaman untuk tajuk dan akar. Berdasarkan histogram di atas dapat diketahui bahwa pada tanaman padi dengan perlakuan pemberian senyawa alelokimia cengkeh mempunyai rasio akar/tajuk yang tinggi. Hal ini menunjukkan jika terdapat ketidakseimbangan antara pertumbuhan tajuk dan pertumuhan akar. Akar dari tanaman padi pada perlakuan senyawa alelokimia cengkeh tumbuh terlalu tinggi. Keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi media kurang sesuai dengan tanaman sehingga ada mekanisme adaptasi dari tanaman tersebut yang menyebabkan pertumbuhan akar tinggi. Sementara itu, rasio akar/tajuk tanaman jagung dan kangkung tertinggi berada pada perlakuan kontrol. Hasil ini justru menunjukkan ketidakseimbangan antara akar dan tajuk pada perlakuan kontrol justru lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian senyawa alelokimia.
Gambar 1.5. Histogram GB (petridish)
Keterangan: Angka pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.

            Berdasarkan histogram tersebut dapat diketahui bahwa pemberian senyawa alelokimia pada tanaman padi, kangkung dan jagung menyebabkan penghambatan gaya berkecambah. Dari histogram tersebut diketahui bahwa pemberian senyawa cengkeh paling menghambat perkecambahan dari padi (0%), jagung (22,5%) dan kangkung (2,5%). Menurut Hani dan Suryanto (2014), cengkeh mengandung minyak atsiri 1-4% berupa senyawa eugenol. Adapun senyawa ini dapat bersifat racun yang dapat menghambat perkecambahan benih. Pada tanaman kangkung dan jagung, perkecambahan benih tidak terlalu terhambat jika dilihat dari hasil perkecambahan kontrol. Hal ini menunjukkan jika senyawa alelokimia yang terdapat dalam cengkeh cukup menghambat perkecambahan benih. Berdasarkan dari uji lanjut DMRT alpha 5% diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada semua komoditas tanaman dengan perlakuan kenikir dan tomat. Namun untuk perlakuan cengkeh terdapat beda nyata untuk setiap komoditas.



.

                             
                                          A

                                                                 





B                                                                      C

Gambar 1.6. Grafik IV (A) tanaman padi vs hari pengamatan (B) tanaman kangkung vs hari pengamatan (C) tanaman jagung vs hari pengamatan (petridish)
Indeks vigor tanaman menunjukkan keserempakan tumbuh dari suatu benih. Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada padi, jagung dan kangkung dengan perlakuan kontrol, kenikir dan tomat sudah mulai tumbuh sejak hari pertama. Adapun pada tanaman padi dengan perlakuan kenikir, tomat dan kontrol mencapai indeks vigor tertinggi pada hari ke 2 dan setelah hari ke 2 mengalami penurunan hingga hari ke 7. Sementara itu, untuk tanaman kangkung dan jagung dengan perlakuan kenikir, tomat dan kontrol mencapai indeks vigor tertinggi pada hari pertama dan hari selanjutnya mengalami penurunan hingga hari ke 7. Perlakuan cengkeh pada setiap komoditas tanaman sangat menghambat perkecambahan dilihat dari grafik yang diperoleh berada disekitar garis absis dan mendekati nilai nol. Adapun kesulitan benih untuk berkecambah diakibatkan akumulasi zat beracun yang menyebabkan terganggunya reaksi enzimatik pada benih. Selain itu juga disebabkan akibat terhambatnya aktivitas giberelin yang berfungsi untuk memacu perkecambahan benih.
Gambar 1.7. Histogram rasio akar/tajuk (petridish)
Keterangan: Angka pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.

Hasil uji DMRT 5% dari rasio akar/tajuk yaitu tidak ada perbedaan yang nyata pada tanaman padi dan jagung dengan perlakuan tomat, kenikir dan kontrol, tetapi untuk perlakuan cengkeh terdapat beda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi ini menimbulkan ketidakseimbangan pertumbuhan tajuk dan akar tanaman. Ketidakseimbangan ini disebabkan oleh keberadaan senyawa alelokimia, seperti fenolat. Menurut Yanti et al. (2016), senyawa fenolat merupakan senyawa yang larut dalam air. Senyawa fenolat yang terlarut dapat berpengaruh pada proses pertumbuhan tanaman, bergantung kepada konsentrasinya. Jika konsentrasi fenolat dalam air tinggi, maka potensial lingkungan akan naik sehingga menghambat difusi air dan oksigen ke dalam suatu tanaman. Jika suplai air ke dalam tanaman terhambat, maka proses pembelahan dan perbesaran sel juga akan terhambat. Hal ini yang menyebabkan ketidakseimbangan pada tanaman sehingga rasio akar/tajuk tinggi.

IV.             KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan pengaruh alelopati tanaman pada tanaman budidaya yaitu cengkeh merupakan tanaman yang mempunyai senyawa alelokimia yang paling menghambat dibandingkan kenikir dan tomat. Adapun pengaruh yang ditimbulkan oleh senyawa alelokimia cengkeh adalah dapat menghambat perkecambahan, tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar dan bobot kering tanaman.
Perlakuan senyawa alelokimia perlu diberi takaran untuk setiap perlakuan agar hasil setiap ulangan mempunyai data yang selisihnya tidak berbeda. Selain itu, jarak antar tanaman perlu dijarangkan agar tanaman disampingnya tidak terkontaminasi perlakuan yang berbeda karena proses pemberian senyawa alelokimia menggunakan semprotan yang dapat mengontaminasi tanaman lain jika jaraknya dekat.































DAFTAR PUSTAKA

Hani, A. Dan P. Suryanti. 2014. Dinamika agroforestry tegalan di perbukitan Menoreh, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea 3(2):119-128.
Junaedi, A., M.A. Chozin dan K.H. Kim. 2006. Perkembangan terkini kajian alelopati. Hayati Journal of Biosciences 13(2):79-84.
Prawoto, A., A.M. Nur, S.W.A. Soebagiyo dan M. Zaubin. 2006. Uji alelopati beberapa spesies tanaman penaung terhadap bibit kopi arabika (Coffea arabica L.). Jurnal Pelita Perkebunan 22(1):1-12.
Prawoto, A. 1997. Uji alelopati Cassia siamea dan Adenanthera microsperma terhadap tanaman kakao. Jurnal Pelita Perkebunan13(1):16-23.
Rijal, N. 2009. Mekanisme dan penerapan serta peranan alelopati dalam bidang pertanian. Jurnal Penelitian 40(1):80.

Yanti, M., Indriyanto dan Duryat. 2016. Pengaruh zat alelopati dari alang-alang terhadap pertumbuhan semai tiga spesies akasia. Jurnal Sylva Lestari 4(2):27-38.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laporan Praktikum Teknologi Benih Acara 5 Besar Benih, Pengaruhnya pada Kecepatan Berkecambah, Pemunculan dan Pertumbuhan Bibit

ACARA V BESAR BENIH, PENGARUHNYA PADA KECEPATAN BERKECAMBAH, PEMUNCULAN DAN PERTUMBUHAN BIBIT Abstraksi Praktikum Dasar-Dasar Tekno...