ACARA I
ALELOPATI TANAMAN PADA TANAMAN BUDIDAYA
ABSTRAK
Praktikum
Ekologi Tanaman acara I dengan judul Alelopati Tanaman pada Tanaman Budidaya
dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus – 20 September 2016 di rumah kaca dan
Laboratorium Ekologi Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan dari praktikum tersebut
ialah mengetahui macam tumbuhan yang bersifat alelopatik dan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tanaman budidaya. Adapun
bahan yang digunakan dalam praktikum ini ialah bunga cengkeh, buah tomat, dan
daun kenikir serta benih tanaman padi, jagung, dan kangkung lalu tanah kemudian
polybag dan pupuk kandang. Alat yang diperlukan meliputi gathul, gembor, alat
tulis, penggaris, blender, kertas filter, corong, erlenmeyer, timbangan
analitik, dan oven. Langkah kerja yang dilakukan ialah dibuat ekstrak dari
tanaman yang mengandung senyawa alelopat yakni cengkeh, mahoni dan tomat. Ekstrak yang dihasilkan
disemprotkan pada tanaman percobaan.
Rancangan yang digunakan berupa RAL. Variabel yang
diamati meliputi jumlah biji yang berkecambah, panjang batang dan akar,
rasio akar/batang, indeks vigor, gaya berkecambah, tinggi tanaman, jumlah daun,
bobot segar dan kering tanaman, dan luas daun. Data dianalisis dan diuji lanjut
dengan uji DMRT 5%. Hasil dari percobaan diperoleh jika ekstrak cengkeh paling menghambat
pertumbuhan tanaman budidaya dilihat dari variabel yang diamati.
Kata kunci: senyawa alelokimia, alelopati,
cengkeh, kenikir, tomat
I.
PENDAHULUAN
Sumber pangan
merupakan salah satu hal yang dapat menentukan kesejahteraan suatu bangsa.
Sumber pangan dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan. Sumber pangan yang
berasal dari tumbuhan dapat berupa sayuran, biji-biji sereal maupun buah-buah.
Kebutuhan terhadap sumber pangan akan semakin tinggi dengan meningkatnya
tingkat konsumen yang membutuhkan. Akibat tingginya tingkat kebutuhan pangan
khususnya yang berasal dari tanaman maka perlu dilakukan sistem budidaya
tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan untuk mendapatkan produktivitas yang
tinggi.
Beberapa sistem
budidaya tanaman yang dikembangkan yaitu monokultur dan polikultur. Dalam
setiap budidaya tanaman, setiap tanaman tentu akan melakukan kompetisi antar
tanaman lain untuk memperoleh sumber unsur hara dan air. Pada sistem budidaya
monokultur, kompetisi ini akan terjadi pada jenis tanaman yang sama sehingga
mekanisme kompetisi antar tanaman yang terjadi sama. Namun pada sistem budidaya
tanaman secara polikultur terdapat perbedaan spesies tanaman yang ditanam dalam
suatu hamparan. Dalam hal tersebut maka efek kompetisi yang terjadi pun akan berbeda.
Adanya perbedaan
spesies dalam suatu hamparan pertanaman perlu diperhatikan. Hal ini dikarenakan
beberapa organ tanaman dapat mengeluarkan senyawa alelokimia dimana senyawa ini
bersifat toksik dan dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Akibat adanya senyawa
alelokimia pada beberapa organ tanaman, maka pemilihan tanaman untuk melakukan
sistem polikultur perlu diperhatikan. Menurut Prawoto et al. (2006), pelepasan senyawa kimia tersebut umumnya melalui
proses eksudasi akar, dekomposisi, pencucian dan volatilisasi. Pada penelitian
Prawoto (1997) menunjukkan bahwa eksudat akar Cassia siamea menghambat pertumbuhan bibit kakao sekitar 21%.
Pada sistem
polikultur, keberadaan senyawa alelokimia menimbulkan dampak negatif yang dapat
mematikan tanaman. Namun, senyawa alelokimia ini juga berpotensi sebagai
pengendali gulma secara biologi dan pengendali patogen tanaman (Junaedi et al., 2006). Berdasarkan sifat senyawa
alelokimia tersebut, efek yang ditimbulkan dan potensi senyawa alelokimia
sebagai pengendali gulma serta patogen, maka dilakukan pengujian alelopati
dengan tujuan 1) mengetahui macam tumbuhan yang bersifat alelopatik dan 2)
mengetahui pengaruh alelopati suatu tumbuhan terhadap pertumbuhan tanaman
budidaya.
II.
METODE PERCOBAAN
Praktikum
Ekologi Tanaman acara I dengan judul Alelopati Tanaman pada Tanaman Budidaya
dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus – 20 September 2016 di rumah kaca dan
Laboratorium Ekologi Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Adapun bahan yang digunakan
dalam praktikum ini ialah bunga cengkeh, buah tomat, dan daun kenikir serta
benih tanaman padi, jagung, dan kangkung lalu tanah kemudian polybag dan pupuk
kandang. Alat yang diperlukan meliputi gathul, gembor, alat tulis, penggaris,
blender, kertas filter, corong, erlenmeyer, timbangan analitik, dan oven.
Adapun pelaksanaan praktikum dilakukan dengan penanaman tanaman padi, kangkung,
dan jagung pada petridish dan polybag di laboratorium Ekologi Tanaman dan di
rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Untuk penanaman
dalam petridish dan polybag, disiapkan 12 petridish dan 12 polybag untuk 3
perlakuan alelopat dan 3 jenis tanaman budidaya serta ditambahkan 1 kontrol
tanpa perlakuan alelopat, masing-masing dengan ulangan 3 kali. Pada petridish
lalu diletakkan kertas saring yang dibasahi serta dijadikan alas lalu pada
polybag diisi tanah 4/5 bagian dari polybag, kemudian petridish diisi 10 benih
lalu pada polybag diisi 5 benih yang kemudian dijarangkan menjadi 3 tanaman untuk
penanaman pada polybag. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL). Sebelumnya dibuat terlebih dahulu ekstrak kenikir, tomat, dan cengkeh
sebagai alelopati yang akan disiramkan pada tanaman padi, kangkung, dan jagung.
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara mencuci bagian tumbuhan dari kenikir
(daun), cengkeh (bunga), dan tomat (buah) dipotong kecil lalu dikeringkan.
Bahan-bahan tersebut kemudian dihaluskan dan ditambahkan dengan air hangat
hingga 100 mL. Hasil ekstrak tersebut kemudidan disaring menggunakan kertas
saring dan dimasukkan wadah tertutup. Untuk perlakuan sendiri, tanaman yang
berada di petridish disemprotkan cairan alelopati setiap hari selama 7 hari dan
untuk penanaman pada polybag cairan alelopati disemprotkan 2 hari sekali selama
14 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan parameter pengamatan pada
petridish yaitu: jumlah biji berkecambah, panjang batang, panjang akar selama 7
hari dan pada hari ketujuh diamati indeks vigor, gaya berkecambah, serta rasio
akar/batang. Parameter pengamatan pada polybag: tinggi tanaman, jumlah daun,
berat segar tanaman, berat kering tanaman, dan luas daun serta abnormalitas
pertumbuhan tanaman. Selanjutnya dibuat grafik dan histogram pertumbuhan berupa
: grafik tinggi tanaman vs hari pengamatan (rumah kaca), histogram luas daun
(rumah kaca), grafik jumlah daun vs hari pengamatan (rumah kaca), histogram
bobot kering dan segar tanaman (rumah kaca), histogram rasio akar/tajuk tanaman
(rumah kaca dan petridish), dan histogram GB dan IV (rumah kaca dan petridish).
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh pemberian senyawa alelokimia terhadap tanaman budidaya dilakuakan
untuk mengetahui respon yang terjadi. Senyawa alelokimia ini merupakan senyawa
beracun bagi tanaman yang dapat menghambat sampai mematikan suatu tanaman.
Adapun senyawa alelokimia yang diujika yaitu berasal dari cengkeh, kenikir dan
tomat terhadap tanaman padi, jagung dan kangkung. Dari hasil pemberian senyawa
alelokimia pada tanaman budidaya ini dihasilkan beberapa parameter pertumbuhan
sebagai berikut:
Gambar
1.1. Grafik tinggi tanaman vs hari pengamatan (rumah kaca)
Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa perlakuan
pemberian senyawa alelokimia dari sumber yang berbeda memberikan efek yang
berbeda pula pada setiap tanaman. Dari grafik di atas diketahui bahwa pemberian
senyawa alelokimia yang berasal dari cengkeh paling menghambat pertumbuhan
tanaman dilihat bahwa hasil tinggi tanaman dengan perlakuan pemberian senyawa
alelokimia cengkeh selalu bernilai paling rendah. Sementara itu, pada pemberian
senyawa alelokimia yang berasal dari tomat dan kenikir tidak jauh berbeda
dengan perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa alelokimia yang
berasal dari tomat dan kenikir tidak sekuat dari senyawa alelokimia yang
berasal dari cengkeh. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa pemberian
senyawa alelokimia dari tomat dan kenikir tidak berbeda nyata dari perlakuan
kontrol. Menurut Hani dan Suryanto (2014), cengkeh mengandung minyak atsiri
1-4% berupa senyawa eugenol. Senyawa ini bersifat racun sehingga dapat
menghambat pertumbuhan Bahan kimia yang
bersifat racun akan mengganggu proses pembelahan dan perkembangan sel yang
akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (Rijal, 2009).
Gambar 1.2.
Histogram luas daun (rumah kaca)
Keterangan: Angka pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf
yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT
alpha 5%.
Berdasarkan data tersebut yang telai diuji DMRT alpha 5%
dapat diketahui bahwa luas daun padi, jagung dan kangkung tidak terjadi
perbedaan nyata, kecuali pada tanaman kangkung dengan perlakuan cengkeh. Adapun
berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa beberapa luas tanaman
mempunyai nilai luas daun yang hampir mendekati kontrol untuk perlakuan senyawa
alelokimia tomat dan kenikir. Dari hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh
senyawa alelokimia tidak terlalu menghambat kerja metabolisme tanaman. Seperti
yang dinyatakan Yanti et al. (2016)
bahwa senyawa alelokimia diduga mampu
mengganggu keseimbangan hormon pada tumbuhan. Akibat adanya keseimbangan
hormon, maka dapat mengganggu proses fisiologis
pada tumbuhan. Salah satu proses yang akan terganggu yaitu fotosintesis.
Sementara itu, telah diperoleh hasil bahwa pada tanaman kangkung dengan
perlakuan cengkeh terjadi perbedaan nya yang menandakan bahwa proses
fotosintesis tanaman terganggu sehingga menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman.
Salah satunya adalah luas daun tanaman.
Gambar 1.3.
Grafik jumlah daun vs hari pengamatan (rumah kaca)
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa
jumlah daun pada tanaman yang diujikan dengan perlakuan pemberian alelopat
terjadi perbedaan reaksi. Grafik di atas menunjukkan bahwa senyawa alelokimia
dari cengkeh, kenikir dan tomat dapat menghambat pertumbuhan jumlah daun
tanaman. Dari grafik tersebut diketahui bahwa senyawa alelokimia dari cengkeh
paling menghambat pertumbuhan jumlah daun tanaman. Sementara itu pada perlakuan
dengan senyawa alelokimia dari tomat dan kenikir hampir sama jumlah daun yang
dihasilkan pada setiap komoditas tanaman. Tanaman yang diberi perlakuan dengan
senyawa alelokimia menyebabkan akar tanaman menyerap senyawa yang dapat
menghambat proses metabolik dalam tanaman. Penghambatan proses metabolik ini
menyebabkan aktivitas tanaman untuk menghasilkan ATP dan untuk memperbanyak
jumlah daun rendah. Akibatnya pemberian senyawa alelokimia ini menurunkan
jumlah daun tanaman jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
Tabel 1.1. Data dan hasil uji lanjut bobot segar dan
kering tajuk pada tiga jenis tanaman setiap perlakuan pada polibag
Perlakuan
|
Bobot Segar Tajuk
|
Bobot Kering Tajuk
|
||||
Padi
|
Jagung
|
Kangkung
|
Padi
|
Jagung
|
Kangkung
|
|
Kontrol
|
2.711 b
|
6.864 a
|
1.847 b
|
2.549 a
|
1.075 a
|
0.492 a
|
Tomat
|
2.656 b
|
5.043 a
|
1.470 c
|
3.653 a
|
0.844 a
|
0.556 a
|
Kenikir
|
5.095 a
|
5.653 a
|
2.780 a
|
3.563 a
|
1.253 a
|
0.578 a
|
Cengkeh
|
2.651 b
|
1.878 a
|
0.555 d
|
0.062 a
|
0.172 b
|
0.016 a
|
Keterangan: Angka pada tabel menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang
sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha
5%.
Hasil uji DMRT dengan alpha 5 % tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata pada bobot segar dan kering tajuk tanaman padi
dan jagung pada perlakuan senyawa
alelokimia kenikir dan tomat. Adapun untuk perlakuan senyawa alelokimia cengkeh
terjadi perbedaan nyata pada tanaman padi dan jagung. Untuk tanaman kangkung,
berdasarkan hasil uji DMRT alpha 5% teradi perbedaan yang nyata untuk setiap
perlakuan pemberian senyawa alelokimia. Berdasarkan hasil uji DMRT alpha 5% dapat diketahui bahwa pada tanaman padi
dengan perlakuan kenikir mempunyai bobot segat yang tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa akar tanaman masih dapat menyerap air dan unsur hara sehingga menyebabkan
sel tanaman turgor dan hasil bobot segarnya tinggi. Adapun jika dilihat dari
bobot kering tanaman padi antara perlakuan senyawa alelokimia tomat dan kenikir
tidak berbeda jauh. Namun perlu dilihat bahwa bobot segar dari tanaman padi
dengan perlakuan tomat mempunyai selisih yang cukup jaun dengan perlakuan
kenikir dengan hasil bobot kering yang dihasilkan justru lebih tinggi. Dari hal
tersebut menunjukkan bahwa tidak semua tanaman yang mempunyai bobot segar
tinggi aan menghasilkan bobot kering yang tinggi juga. Sementara itu, untuk
tanaman jagung dan kangkung dengan bobot segar dan bobot kering tertinggi
berada pada perlakuan kenikir. Pada perlakuan cengkeh, tanaman mempunyai bobot
segar dan bobot kering yang terendah. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa
alelokimia ini menyebabkan penyerapan air dan unsur hara terganggu sehingga
proses fotosintesis terganggu juga akibatnya hasil asimilat berupa bobot kering
rendah.
Tabel 1.2. Data dan hasil uji lanjut bobot segar dan kering akar pada
tiga jenis tanaman setiap perlakuan pada polybag
Perlakuan
|
Bobot Segar Akar
|
Bobot Kering Akar
|
||||
Padi
|
Jagung
|
Kangkung
|
Padi
|
Jagung
|
Kangkung
|
|
Kontrol
|
1.0975 a
|
1.0975 a
|
7.7283 a
|
1.0241 a
|
0.3467 a
|
0.1396 a
|
Tomat
|
1.0883 a
|
1.0883 a
|
5.8750 ab
|
0.7833 a
|
0.4283 a
|
0.2979 a
|
Kenikir
|
1.2150 a
|
1.2150 a
|
7.4667 a
|
1.2167 a
|
0.3333 a
|
0.1175 a
|
Cengkeh
|
0.6041 a
|
0.6041 a
|
1.6667 b
|
0.0192 a
|
0.2083 a
|
0.0250 a
|
Keterangan: angka pada tabel
menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan tidak adanya beda
nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa pemberian perlakuan
senyawa alelokimia pada tanaman padi, jagung dan kangkung terhadap bobot segar
dan bobot kering lahan tidak ada perbedaan nyata, kecuali pada tanaman kangkung
dengan perlakuan cengkeh. Pada tanaman kangkung dengan perlakuan cengkeh hanya
diperleh nilai 1,6667 dan terjadi perbedaan nyata. Hal tersebut menunjukkan
bahwa akar tanaman kangkung dengan perlakuan cengkeh mengalami hambatan untuk
menjalankan tugasnya yang berdampak pada pertumbuhan akar yang rendah sehingga
bobot segar yang dihasilkan juga rendah. Adapun pada tanaman dengan perlakuan
lainnya menunjukkan tidak ada perbedaan nyata sehingga dapat diketahui bahwa
pemberian alelopat ini tidak terlalu mengganggu dari pertumbuhan tanaman dan
penyerapan air hara akibatnya bobot segar dan bobot keringnya mendekati nilai
perlakuan kontrol. Tabel tersebut di atas menunjukkan jika tanaman padi
mempunyai bobot segar dan bobot kering tertinggi pada perlakuan kenikir. Adapun
pada tanaman jagung dan kangkung, bobot segar akar tertinggi terdapat pada
perlakuan kenikir dan bobot kering tertinggi pada perlakuan tomat. Dari hal
tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan kenikir justru memicu sel dalam
keadaan turgor dilihat dari bobot segar beberapa tanaman yang tinggi dengan
perlakuan pemberian kenikir.
Gambar
1.4. Histogram rasio akar/tajuk (rumah kaca)
Keterangan: Angka
pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan
tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa rasio akar/tajuk pada
perlakuan senyawa alelokimia pada tanaman padi, kangkung dan jagung tidak ada
perbedaan yang nyata. Rasio akar/tajuk suatu tanaman menunjukkan kondisi dari
pertumbuhan tanaman untuk tajuk dan akar. Berdasarkan histogram di atas dapat
diketahui bahwa pada tanaman padi dengan perlakuan pemberian senyawa alelokimia
cengkeh mempunyai rasio akar/tajuk yang tinggi. Hal ini menunjukkan jika
terdapat ketidakseimbangan antara pertumbuhan tajuk dan pertumuhan akar. Akar
dari tanaman padi pada perlakuan senyawa alelokimia cengkeh tumbuh terlalu
tinggi. Keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi media kurang sesuai dengan tanaman
sehingga ada mekanisme adaptasi dari tanaman tersebut yang menyebabkan
pertumbuhan akar tinggi. Sementara itu, rasio akar/tajuk tanaman jagung dan
kangkung tertinggi berada pada perlakuan kontrol. Hasil ini justru menunjukkan
ketidakseimbangan antara akar dan tajuk pada perlakuan kontrol justru lebih
tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian senyawa alelokimia.
Gambar 1.5.
Histogram GB (petridish)
Keterangan: Angka
pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan
tidak ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.
Berdasarkan histogram tersebut dapat
diketahui bahwa pemberian senyawa alelokimia pada tanaman padi, kangkung dan
jagung menyebabkan penghambatan gaya berkecambah. Dari histogram tersebut diketahui
bahwa pemberian senyawa cengkeh paling menghambat perkecambahan dari padi (0%),
jagung (22,5%) dan kangkung (2,5%). Menurut Hani dan Suryanto (2014), cengkeh
mengandung minyak atsiri 1-4% berupa senyawa eugenol. Adapun senyawa ini dapat
bersifat racun yang dapat menghambat perkecambahan benih. Pada tanaman kangkung
dan jagung, perkecambahan benih tidak terlalu terhambat jika dilihat dari hasil
perkecambahan kontrol. Hal ini menunjukkan jika senyawa alelokimia yang
terdapat dalam cengkeh cukup menghambat perkecambahan benih. Berdasarkan dari
uji lanjut DMRT alpha 5% diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada
semua komoditas tanaman dengan perlakuan kenikir dan tomat. Namun untuk
perlakuan cengkeh terdapat beda nyata untuk setiap komoditas.
.
A
B C
Gambar
1.6. Grafik IV (A) tanaman padi vs hari pengamatan (B) tanaman kangkung vs hari pengamatan (C)
tanaman jagung vs hari pengamatan
(petridish)
Indeks vigor tanaman menunjukkan keserempakan tumbuh dari
suatu benih. Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa pada padi, jagung dan
kangkung dengan perlakuan kontrol, kenikir dan tomat sudah mulai tumbuh sejak
hari pertama. Adapun pada tanaman padi dengan perlakuan kenikir, tomat dan
kontrol mencapai indeks vigor tertinggi pada hari ke 2 dan setelah hari ke 2
mengalami penurunan hingga hari ke 7. Sementara itu, untuk tanaman kangkung dan
jagung dengan perlakuan kenikir, tomat dan kontrol mencapai indeks vigor
tertinggi pada hari pertama dan hari selanjutnya mengalami penurunan hingga
hari ke 7. Perlakuan cengkeh pada setiap komoditas tanaman sangat menghambat
perkecambahan dilihat dari grafik yang diperoleh berada disekitar garis absis
dan mendekati nilai nol. Adapun kesulitan benih untuk berkecambah diakibatkan
akumulasi zat beracun yang menyebabkan terganggunya reaksi enzimatik pada
benih. Selain itu juga disebabkan akibat terhambatnya aktivitas giberelin yang
berfungsi untuk memacu perkecambahan benih.
Gambar 1.7.
Histogram rasio akar/tajuk (petridish)
Keterangan: Angka
pada histogram menunjukkan rerata hasil pengamatan. Huruf yang sama menunjukkan tidak
ada beda nyata antar perlakuan menurut uji DMRT alpha 5%.
Hasil uji DMRT 5% dari rasio akar/tajuk
yaitu tidak ada perbedaan yang nyata pada tanaman padi dan jagung dengan
perlakuan tomat, kenikir dan kontrol, tetapi untuk perlakuan cengkeh terdapat
beda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi ini menimbulkan
ketidakseimbangan pertumbuhan tajuk dan akar tanaman. Ketidakseimbangan ini
disebabkan oleh keberadaan senyawa alelokimia, seperti fenolat. Menurut Yanti et al. (2016), senyawa fenolat merupakan
senyawa yang larut dalam air. Senyawa fenolat yang terlarut dapat berpengaruh
pada proses pertumbuhan tanaman, bergantung kepada konsentrasinya. Jika
konsentrasi fenolat dalam air tinggi, maka potensial lingkungan akan naik
sehingga menghambat difusi air dan oksigen ke dalam suatu tanaman. Jika suplai
air ke dalam tanaman terhambat, maka proses pembelahan dan perbesaran sel juga
akan terhambat. Hal ini yang menyebabkan ketidakseimbangan pada tanaman
sehingga rasio akar/tajuk tinggi.
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan
percobaan pengaruh alelopati tanaman pada tanaman budidaya yaitu cengkeh
merupakan tanaman yang mempunyai senyawa alelokimia yang paling menghambat
dibandingkan kenikir dan tomat. Adapun pengaruh yang ditimbulkan oleh senyawa
alelokimia cengkeh adalah dapat menghambat perkecambahan, tinggi tanaman,
jumlah daun, bobot segar dan bobot kering tanaman.
Perlakuan senyawa
alelokimia perlu diberi takaran untuk setiap perlakuan agar hasil setiap
ulangan mempunyai data yang selisihnya tidak berbeda. Selain itu, jarak antar
tanaman perlu dijarangkan agar tanaman disampingnya tidak terkontaminasi
perlakuan yang berbeda karena proses pemberian senyawa alelokimia menggunakan
semprotan yang dapat mengontaminasi tanaman lain jika jaraknya dekat.
DAFTAR PUSTAKA
Hani, A. Dan P.
Suryanti. 2014. Dinamika agroforestry tegalan di perbukitan Menoreh, Kulon
Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
3(2):119-128.
Junaedi, A., M.A.
Chozin dan K.H. Kim. 2006. Perkembangan terkini kajian alelopati. Hayati
Journal of Biosciences 13(2):79-84.
Prawoto, A., A.M.
Nur, S.W.A. Soebagiyo dan M. Zaubin. 2006. Uji alelopati beberapa spesies
tanaman penaung terhadap bibit kopi arabika (Coffea arabica L.). Jurnal Pelita Perkebunan 22(1):1-12.
Prawoto, A. 1997.
Uji alelopati Cassia siamea dan Adenanthera microsperma terhadap tanaman
kakao. Jurnal Pelita Perkebunan13(1):16-23.
Rijal, N. 2009.
Mekanisme dan penerapan serta peranan alelopati dalam bidang pertanian. Jurnal
Penelitian 40(1):80.
Yanti, M.,
Indriyanto dan Duryat. 2016. Pengaruh zat alelopati dari alang-alang terhadap
pertumbuhan semai tiga spesies akasia. Jurnal Sylva Lestari 4(2):27-38.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar